Karya Luthfia Meilida
Aku, Nayla Pricillia Azura. Seseorang yang sudah terkena penyakit Leukimia akut yang telah divonis tidak akan bisa diselamatkan lagi. Umurku 18 tahun. Terakhir kali yang ada dibenakku adalah aku seorang gadis SMA yang pingsan akibar leukimiaku. 5 bulan hidupku kulalui bersama obat-obatan yang menusuk tubuhku.
Aku tersadar dari mimpiku yang panjang. Aku melihat mereka semua bersukacita karenanya. Ibu, Michael, keluargaku, dan keluarga Michael. Aku pun ikut besukacita karena aku bisa kembali bergabung dengan mereka. Tapi, kesenanganku bukanlah kesenangan seutuhnya. Itu bukalah hal yang menjamin bahwa aku sekarang sudah sembuh total. Leukmia yang kuderita akan mempersingkat hidupku. 4 bulan, itulah sisa hidupku yang masih bisa kujalani. Setelah lewat 4 bulan, kemungkinan aku sudah pergi.
“Nayla, akhirnya kau sadar Nak. Ibu selalu menunggu kesadaranmu Nak. Dan itu sekarang telah terungkap. Ibu senang kita bisa berkumpul kembali seperti semula...” kata Ibuku dengan wajahnya yang sangat ceria, sebelum kupotong dengan kata-kataku yang menyedihkan
“Dalam 4 bulan. Setelah itu, cerita ini akan berakhir bukan?” Kataku yang membuat gambaran wajah mereka semua berubah 360° dari yang senang menjadi sedih.
“Kenapa kau berkata seperti itu? Mujizat pasti akan terjadi pada dirimu..” Jawab Michael
“Padahal itu sangat mustahil bagi diriku.” kataku lagi
“Sudahlah. Kita serahkan saja ini kepada Tuhan. Yang penting sekarang adalah, Nayla sadar dan bebas dari maut.” jawab Michael
“Ya. Kau benar. Yang saat ini terjadi, kita harus mensyukurinya. Untuk kedepannya kita serahkan kepada Tuhan. Biar dia yang merancangnya. Rancangannya itu selalu indah bagi kita semua. Percayalah pada-Nya” kata Ayah Michael pada kami semua
“Ya. Om benar. Walaupun aku divonis akan lewat setelah 4 bulan, siapa tahu aku akan lewat besoknya. Tidak ada yang tahu selain Tuhan bukan?” kataku.
“Ya. Baiklah. Pembicaraan ini kita hentikan sejenak. Sekarang kita tanyakan kondisinya saja. Michael,tolong panggilkan dokter ya. Supaya kita tahu bagaimana kondisi tubuhnya.” kata Ibuku pada Michael.
“ Baik tante. Tunggu sebentar.” Jawabnya seraya ia meninggalkan kami untuk memanggilkan dokter.
Tak lama kemudian, dokter datang dan langsung memeriksa keadaanku setelah berhasil menantang maut.
“ Kondisinya sekarang sudah stabil. Tapi, ada yang perlu diperhatikan. Ia tidak boleh banyak berbicara, atau bergerak. Kondisinya harus tetap stabil supaya penyakitnya tidak akan kambuh lagi.” jelas dokter pada semua keluargaku.
“ Baik dok. Terima kasih.” kata ibuku
“ Sama-sama.” jawab sang dokter seraya meninggalkan kami.
Beberapa saat kemudian, tak terasa hari sudah larut malam. Keluargaku dan keluarga Michael pun pulang ke rumah. Dan aku hanya bisa melihat mereka pulang ke rumah. Sebenarnya aku sudah sangat rindu dengan suasana di rumahku. Yang paling ku rindu tentulah kamarku, setelah lima bulan tak melihatnya, rasanya aku ingin melihatnya saat ini juga. Tapi, aku tak bisa kemana- mana selain hanya berbaring di rumah sakit. Aku ingin sembuh seperti dulu lagi, aku ingin keluar dari semua penyakitku ini. Aku harus bangkit bangkit dan bangkit.
Ketika matahari memancarkan sinarnya, akupun terbangun dari tidurku. Pada saat aku membuka mata, aku di sambut dengan senyuman hangat dari Michael.
“Selamat pagi Nayla…” Michael menyapaku dengan senyuman.
“Pagi…” jawabku pada Michael.
“Bagaimana keadaanmu? Apa yang kau rasakan sekarang?” Michael bertanya padaku penuh dengan rasa penasaran.
“Aku merasa lebih baik dari yang kemarin” jawabku.
“Syukurlah kalau baik-baik saja. Jika tidak aku tidak akan tahu bagaimana keadaanku sekarang.” balas Michael padaku.
“Tenang saja, aku baik baik saja kok.” balasku seraya bangkit dari tempat tidurku.
“ Benarkah?” tanya Michael lagi. “Iya, benar kok. Dokter bilang bahwa besok pagi-pagi sekali aku sudah bisa meninggalkan rumah sakit ini” jelasku lagi.
Akhirnya Michael pun pulang dan ibu yang akan menemaniku malam ini disini. Malam harinya, ibuku mengemas barang-barang yang ingin dibawa pulang esok hari. Sebelum tidur, aku pun minum obat dan tak lupa untuk membaca do’a. Aku berharap agar penyakitku akan segera diangkat oleh Tuhan. Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku sudah siap meninggalkan ruang ini, kamar yang menjadi saksi bisu selama lima bulan aku berada disini. Hari ini aku dan ibuku dijemput oleh ayahku yang telah lama menunggu di lobby utama rumah sakit ini. Terlihat raut muka ayah yang sangat bahagia ketika melihatku dari kejauhan. Saat aku sedang menuruni anak tangga dari lantai dua rumah sakit ini, ayah memanggilku dengan setengah berteriak dan sambil tersenyum hangat “Naylaaaaaaa!”
“Ayaaaah!” aku juga berteriak dan segera menuruni satu demi satu anak tangga dengan cepat, aku ingin segera memeluk ayahku yang sudah lama tidak bertemu denganku. Ayah dinas di Singapore semenjak lima tahun yang lalu. Ayah baru mengetahui penyakit yang kuidap itu pada kemarin sore pada saat Michael menghubungi ayahku yang sedang berada di Singapore. Ibu, para kerabat, dan saudara-saudaraku sengaja tidak memberitahukan rahasia ini kepada ayahku karena kami takut penyakit jantung ayah kambuh karena, mendengar berita itu. Namun, pada saat ayah tahu, beliau merasa sangat bersalah kepadaku. Beliau merasa menjadi ayah yang belum mampu membahagiakanku pada saat aku sedang berjuang melawan penyakit ganas yang sangat bersahabat dengan tubuhku ini.
Akhirnya kami pun pulang ke rumah. Pada saat di perjalanan menuju ke rumah, terjadi sebuah kecelakaan beruntun antara satu mobil mewah yang ingin menyalib mobilku dan sebuah truk tronton. Kejadian bermula pada saat sebuah mobil di belakangku yang ingin menyalib mobilku dari belakang, tiba-tiba di depan ada sebuah truk tronton yang sedang melaju dengan kecepatan sangat tinggi. Akhirnya mobil mewah yang ingin menyalib mobilku itu terhimpit oleh mobilku dan truk tronton. Mobil yang dikendarai ayahku itu terguling dan menabrak pembatas jalan.
Mobilku pun terbakar. Dan aku menjadi salah satu korban dari kecelakaan itu, aku kembali koma. Ayah dan ibuku selamat dari ancaman maut tersebut. Hanya terdapat beberapa luka lebam dan luka bakar di sekujur tubuh mereka. Akhirnya kami pun dilarikan ke rumah sakit terdekat dan mendapat sedikit perawatan di ambulance. Sayangnya ketika kami akan menuju ke rumah sakit, nyawaku pun tidak dapat tertolong lagi. Padahal aku baru saja bangkit dari koma dan semua sanak saudaraku pun sudah mempersiapkan kedatanganku ketika aku pulih dari penyakitku itu. Namun takdir berkata lain, beginilah akhir dari perjalanan hidupku.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar